DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
Evaluasi lahan
Kualitas evaluai lahan
Karakteristik lahan
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
1.
EVALUASI LAHAN
Definisi
Lahan
Lahan yaitu lingkungan fisik yang tediri
dari iklim, relief, air, vegetasi serta benda-benda yang diatasnya termasud
didalamnya hasil kegitan manusia masa lalu dan masa sekarang.
-
Definisi evaluasi
lahan
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian
potensi lahan untuk bermacam-macam alternatif penggunaan. Evaluasi kesesuaian
lahan sangat fleksibel, tergantung pada keperluan kondisi wilayah yang hendak
dievaluasi. Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan terhadap lahan akan memberikan
gambaran tentang penggunaan lahan secara optimal guna meningkatkan
produktivitas lahan.
-
Tujuan evaluasi
lahan
Tujuan
dari evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan
tertentu.Usaha ini dapat dikatakan melakukan usaha klasifikasi teknis suatu
daerah (Sinulingga, 2003).
-
Fungsi evaluasi
lahan
Fungsi
evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian tentang
hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan
kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang
dapat diharapkan berhasil.
-
Manfaat evaluasi lahan
Manfaat dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian
lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari
perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan. Hal ini penting terutama
apabila perubahan penggunaan lahan tersebut diharapkan akan menyebabkan
perubahan-perubahan besar terhadap keadaan lingkungannya.
-
Tahapan evaluasi
lahan
Dalam
evaluasi lahan ada 2 macam pendekatan yang dapat ditempuh mulai dari tahap
konsultasi awal (initial consultation) sampai kepada klasifikasi kesesuaian
lahan (FAO, 1976). Kedua pendekatan itu adalah:
1)
pendekatan dua tahapan (two stage approach);
2)
pendekatan paralel (parallel approach).
a. Pendekatan dua tahapan
Pendekatan dua tahap terdiri atas tahap pertama adalah evaluasi lahan
secara fisik, dan tahap kedua evaluasi lahan secara ekonomi. Pendekatan
tersebut biasanya digunakan dalam inventarisasi sumber daya lahan baik untuk
tujuan perencanaan makro, maupun untuk studi pengujian potensi produksi (FAO,
1976).
Klasifikasi kesesuaian tahap pertama didasarkan pada kesesuaian lahan
untuk jenis penggunaan yang telah diseleksi sejak awal kegiatan survei, seperti
untuk tegalan (arable land) atau sawah dan perkebunan.Konstribusi dari analisis
sosial ekonomi terhadap tahap pertama terbatas hanya untuk mencek jenis
penggunaan lahan yang relevan. Hasil dari kegiatan tahap pertama ini disajikan
dalam bentuk laporan dan peta yang kemudian dijadikan subjek pada tahap kedua untuk
segera ditindak lanjuti dengan analisis aspek ekonomi dan sosialnya
b. Pendekatan parallel
Dalam
pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan
bersamaan (paralel), atau dengan kata lain analisis ekonomi dan sosial dari
jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian
faktor-faktor fisik. Cara seperti ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan
yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat
semi detil dan detil. Melalui pendekatan paralel ini diharapkan dapat memberi
hasil yang lebih pasti dalam waktu yang singkat.
-
Macam-macam
bentuk lahan
Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan
bentuklahan berdasarkan genesisnya menjadi 10 (sepuluh) macam bentuklahan asal
proses, yaitu:
1. Bentuklahan asal proses volkanik (V),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas
gunung api. Contoh bentuklahan ini antara lain: kerucut gunungapi, madan lava,
kawah, dan kaldera.
2. Bentuklahan asal proses struktural (S),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat
struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan, dan
kubah, merupakan contoh-contoh untuk bentuklahan asal struktural.
3. Bentuklahan asal fluvial (F), merupakan
kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran
banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam merupakan contoh-contoh
satuan bentuklahan ini.
4. Bentuklahan asal proses solusional (S),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses
pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite,
karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva,
merupakan contoh-contoh bentuklahan ini.
5. Bentuklahan asal proses denudasional (D),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses
degradasi seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuklahan ini antara lain:
bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak.
6. Bentuklahan asal proses eolin (E),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses angin.
Contoh satuan bentuklahan ini antara lain: gumuk pasir barchan, parallel,
parabolik, bintang, lidah, dan transversal.
7. Bentuklahan asal proses marine (M),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses laut
oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuklahan ini
adalah: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik
(beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka
seringkali terjadi bentuklahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan
proses marine. Kombinasi ini disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan
bentuklahan yang terjadi akibat proses fluvio marine ini antara lain delta dan
estuari.
8. Bentuklahan asal glasial (G), merupakan
kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat proses gerakan es
(gletser). Contoh satuan bentuklahan ini antara lain lembah menggantung dan
morine.
9. Bentuklahan asal organik (O), merupakan
kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas
organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuklahan ini adalah mangrove dan
terumbu karang.
10. Bentuklahan asal antropogenik (A),
merupakan kelompok besar satuan bentuklahan yang terjadi akibat aktivitas
manusia. Waduk, kota, dan pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuklahan
hasil proses antropogenik.
2.
KUALITAS
EVALUASI LAHAN
Kualitas
lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau
attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan
mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi
penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik
lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau
diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari
pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung
menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena
keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang
menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO
(1983), Sys et al. (1993) (lihat Tabel2).
Tabel 2.
Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO (1983),
FAO (1983), dan Sys et al. (1993).
CSR/FAO, 1983
|
FAO, 1983
|
Sys et.al., 1993
|
Temperatur
|
Kelembaban
|
Sifat iklim
|
Ketersediaan air
|
Ketersediaan hara
|
Topografi
|
Ketersediaan oksigen
|
Ketersediaan oksigen
|
Kelembaban
|
Media perakaran
|
Media untuk perkembangan akar
|
Sifat fisik tanah
|
Retensi hara
|
Kondisi untuk pertumbuhan
|
Sifat kesuburan tanah
|
Toksisitas
|
Kemudahan diolah
|
Salinitas/alkalinitas
|
Sodisitas
|
Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas
|
|
Bahaya sulfidik
|
Retensi terhadap erosi
|
|
Bahaya erosi
|
Bahaya banjir
|
|
Penyiapan lahan
|
Temperatur
|
|
Energi radiasi dan fotoperiode
|
||
Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan)
|
||
Kelembaban udara
Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman |
Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif
terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang
berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya
kualitas lahan yang bersifat negatif akan merugikan (merupakan kendala)
terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau
pembatas. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari
jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan
dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan.
Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain
(lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman
dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur,
struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu,
kerikil) di dalam penampang tanah.
Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap manajemen dan masukan
yang diperlukan adalah:
- Terrain (Daerah) berpengaruh terhadap mekanisasi dan/atau pengelolaan lahan secara
praktis (teras, tanaman sela/alley cropping, dan sebagainya), konstruksi dan
pemeliharaan jalan penghubung.
- Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/lahan
pertanian.
- Lokasi dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi
(input), dan pemasaran hasil (aspek ekonomi).
Dalam
Juknis ini kualitas lahan yang dipilih sebagai berikut: temperatur,
ketersediaan air, ketersediaan oksigen, media perakaran, bahan kasar, gambut,
retensi hara, toksisitas, salinitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya
banjir, dan penyiapan lahan.
- temperatur:
|
ditentukan oleh keadaan temperatur rerata
|
- ketersediaan air : |
ditentukan oleh keadaan curah hujan, kelembaban,
lama masa kering, sumber air tawar, atau amplitudo pasangsurut, tergantung
jenis komoditasnya
|
- ketersediaan oksigen :
|
ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen
tergantung jenis komoditasnya
|
- media perakaran :
|
ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar dan
kedalaman tanah
|
- gambut:
|
ditentukan oleh kedalaman dan kematangan gambut
|
- retensi hara :
|
ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-H20,
dan C-organik
|
- bahaya keracunan :
|
ditentukan oleh salinitas, alkalinitas, dan
kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2)
|
- bahaya erosi :
|
ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi
|
- bahaya banjir :
|
ditentukan oleh genangan
|
- penyiapan lahan :
|
ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan
batuan
|
Fasilitas
yang berkaitan dengan aspek ekonomi merupakan penentu kesesuaian lahan secara ekonomi
atau economy land suitability class (Rossiter, 1995). Hal ini dengan
pertimbangan bagaimanapun potensialnya secara fisik suatu wilayah, tanpa
ditunjang oleh sarana ekonomi yang memadai, tidak akan banyak memberikan
kontribusi terhadap pengembangan wilayah tersebut. Evaluasi Lahan dari aspek
ekonomi tidak dibahas dalam Juknis ini.
3.
KARAKTERISTIK LAHAN
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi.
Dari beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan
evaluasi lahan bervariasi. Sebagai gambaran Tabel 1 menunjukkan variasi dari
karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi kesesuaian
lahan oleh beberapa sumber (Staf PPT, 1983; Bunting, 1981; Sys et al., 1993;
CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971).
Tabel 1. Karakteristik lahan yang
digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan.
Staf PPT (1983)
|
Bunting (1981)
|
Sys et al. (1993)
|
CSR/FAO (1983)
|
Driessen (1971)
|
Tipe hujan (Oldeman et al.)
|
Periode pertumbuhan tanaman
|
Temperatur rerata (°C) atau elevasi
|
Temperatur rerata (°C) atau elevasi
|
Lereng
|
Kelas drainase
|
Temperatur rerata pada periode pertumbuhan
|
Curah hujan (mm)
|
Curah hujan (mm)
|
Mikrorelief
|
Sebaran besar butir (lapisan atas)
|
Curah hujan tahunan
|
Lamanya masa kering (bulan)
|
Lamanya masa kering (bulan)
|
Keadaan batu
|
Kedalaman efektif
|
Kelas drainase
|
Kelembaban udara
|
Kelembaban udara
|
Kelas drainase
|
Ketebalan gambut
|
Tekstur tanah
|
Kelas Drainase
|
Kelas drainase
|
Regim kelembaban
|
Dekomposisi gambut/jenis gambut
|
Kedalaman perakaran
|
Tekstur/Struktur
|
Tekstur
|
Salinitas/ alkalinitas
|
KTK
|
Reaksi tanah (pH)
|
Bahan kasar
|
Bahan kasar
|
Kejenuhan basa
|
Kejenuhan basa
|
Salinitas/ DHL
|
Kedalaman tanah
|
Kedalaman tanah
|
Reaksi tanah (pH)
|
Reaksi tanah (pH)
|
Pengambilan hara (N, P, K) oleh tanaman
|
KTK liat
|
Ketebalan gambut
|
Kadar pirit
|
C-organik
|
Pengurasan hara (N, P, K) dari tanah |
Kejenuhan basa
|
Kematangan gambut
|
Kadar bahan organik
|
P-tersedia
|
Reaksi tanah (pH)
|
KTK liat
|
Tebal bahan organik
|
|
Salinitas/DHL
|
C-organik
|
Kejenuhan basa
|
Tekstur
|
|
Kedalaman pirit
|
Aluminium
|
Reaksi tanah (pH)
|
Struktur, porositas, dan tingkatan
|
|
Lereng (%)/mikrorelief
|
Salinitas/DHL
|
C-organik
|
Macam liat
|
|
Erosi
|
Alkalinitas
|
Aluminium
|
Bahan induk/ cadangan mineral
|
|
Kerusakan karena banjir
|
Lereng
|
Salinitas/DHL
|
Kedalaman efektif
|
|
Batu dan kerikil, penghambat pengolahan tanah
|
Genangan
|
Alkalinitas
|
||
Pori air tersedia
|
Batuan di permukaan
|
Kadar pirit
|
||
Penghambat pertumbuhan karena kekurangan air
|
CaCO3
|
Lereng
|
||
Kesuburan tanah
|
Gypsum
|
Bahaya erosi
|
||
Permeabilitas lapisan atas
|
Jumlah basa total
|
Genangan
|
||
Batuan di permukaan
|
||||
Singkapan batuan
|
Karakteristik
lahan yang digunakan pada Juknis ini adalah: temperatur udara, curah hujan,
lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar,
kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan gambut, kapasitas tukar kation
liat, kejenuhan basa, pH H20, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman
bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan
singkapan batuan.
- temperatur udara :
|
merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan
dalam °C
|
- curah hujan :
|
merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan
dalam mm
|
- lamanya masa kering :
|
merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam
setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm
|
- kelembaban udara :
|
merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan
dinyatakan dalam %
|
- drainase :
|
merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah
terhadap aerasi udara dalam tanah
|
- tekstur :
|
menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah
halus dengan ukuran <2 mm
|
- bahan kasar :
|
menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar
dengan ukuran >2 mm
|
- kedalaman tanah :
|
menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang
dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi
|
- ketebalan gambut :
|
digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya
lapisan gambut dalam cm dari permukaan
|
- kematangan gambut :
|
digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat
kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik atau fibrik, makin banyak
seratnya menunjukkan belum matang/mentah (fibrik)
|
- KTK liat :
|
menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat
|
- kejenuhan basa :
|
jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g
contoh tanah.
|
- reaksi tanah (pH) :
|
nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering
dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada
tanah basah diukur di lapangan
|
- C-organik :
|
kandungan karbon organik tanah.
|
- salinitas :
|
kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan
oleh daya hantar listrik.
|
- alkalinitas :
|
kandungan natrium dapat ditukar
|
- kedalaman bahan sulfidik :
|
dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah
sampai batas atas lapisan sulfidik.
|
- lereng :
|
menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %
|
- bahaya erosi :
|
bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya
erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi
parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang
(rata-rata) per tahun
|
- genangan :
|
jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu
tahun
|
- batuan di permukaan :
|
volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan
tanah/lapisan olah
|
- singkapan batuan :
|
volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah
|
- sumber air tawar :
|
tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna
mempertahankan pH dan salinitas air tertentu
|
- amplitudo pasang-surut :
|
perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut
(dalam meter)
|
- oksigen :
|
ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan
tanaman/ikan
|
Setiap
satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan/atau pemetaan
sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang
mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk
keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu.
Setiap
karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi ada yang
sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya lebih dari satu karena mempunyai
interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam interpretasi perlu
mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan penggunaannya dalam
pengertian kualitas lahan.
Sebagai contoh ketersediaan air sebagai
kualitas lahan ditentukan dari bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan,
tetapi air yang dapat diserap tanaman tentu tergantung pula pada kualitas lahan
lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan
kedalaman zone perakaran tanaman yang bersangkutan.
BAB III
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar